DINASTI AYYUBIYAH DAN MAMLUKIYAH DI
WILAYAH MESIR DAN SEKITARNYA
A.
PENDAHULUAN
Perkembangan Islam sepeninggalan Rasulullah mengalami
perkembangan dan perluasan yang sangat luar biasa, mulai dari kepemimpinan
Khulafaur Rasyidin, sampai pada dinasti-dinasti besar dalam sejarah perjalanan
Islam. Tidak bisa dipungkiri kemajuan-kemajuan pada zaman dinasti Umayyah
(41-132 H/661-749 M), betapa berkembangnya islam pada zaman dinasti Abbasiyah
(132-656H/749-1200 M) pada dinasti ini bisa dikatakan sebagai dinasti keemasan
dalam Islam. Karena telah banyak berbagai kemajuan yang dihasilkan pada zaman
tersebut, telah lahir para tokoh-tokoh besar islam yang sangat berpengaruh pada
zaman itu. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan sangat terasa, kemajuan dalam
bidang sosial ekonomi dan peradaban sangat mengagumkan.
Kemajuan dan perkembangan dalam Islam yang sangat luar
biasa dalam sejarah dunia yang sedemikian itu ternyata tidak bisa bertahan
sampai zaman moderen. Banyak terjadi konflik-konflik baik dari internal sendiri
maupun dari eksternal yang sangat mempengaruhi perkembangan Islam, sehingga
islam mengalami kemunduran.
Akibat dari kemunduran dari dinasti-dinasti besar
tersebut, menjadikan banyak terlahir dinasti-dinasti kecil yang berusaha
mati-matian untuk tetap memperjuangkan Islam, dinasti-dinasti yang berjuang
untuk mengumpulkan kekuatan kembali dengan harapan Islam bisa kembali berjaya
dimuka bumi.
Meskipun Dinasti-dinasti kecil yang berjuang, meskipun
masa perjuangannya dan pemerintahannya tidak selama pada kejayaan dinasti umayyah
dan abbasiyah, namun pada zaman dinasti-dinasti kecil tersebut dipimpin oleh
pejuang-pejuang yang tidak kalah hebatnya dengan ppemimpin pada dinasti-dinasti
besar.
Dinasti Ayyubiyah dan Mamlukiyah merupakan bagian dari
dinasti kecil yang perjuangannya di akui oleh sejarawan non muslim. Kemajuan
dan perkembangannya tertulis pada tinta sejarah yang bisa di ikuti dan di
teladani oleh siapapuN. Untuk itulah perjuangan dari Dinasti Ayyubiyah dan
Mamlukiyah perlu untuk di tilik kembali dan dipelajari sepek terjangnya dalam
memperjuangkan misi Islam dimuka bumi ini.
Makalah ini akan mengkaji tentang sejarah dari Dinasti
Ayyubiyah dan Mamlukiyah, masa kemajuan dari Dinasti Ayyubiyah dan Mamlukiyah,
dan masa kemunduran dari Dinasti Ayyubiyah dan Mamlukiyah.
B.
PEMBAHASAN
1. Dinasti
Ayyubiyah (567-648 H/ 1171-1250 M)
a. Sejarah Dinasti
Ayyubiyah
Al-Malik
al-Nashir al-Sulthan Shalah al-Din adalah nama lengkap dari Shalahuddin
al-Ayyubi. Beliau lahir di Tikrit, Tigris tahun 1138 M.[1] Beliau
adalah pendiri dari dinasti Ayyubiyah.
Dinasti
Ayyubiyah berdiri di atas puing-puing dinasti Fatimiyah di Mesir. Sejarah dinasti
Fatimiah sebenarnya mengalami kemajuan pada saat kepemimpinan dari Abu Tamim
Ma’ad (341-352 H/956-975 M), yang mana beliau diberiakan gelar al Mu’iz.
Pada saat kepemimpinannya al-Mu’iz telah berhasil menaklukkan Maroko, Sisilia,
Mesir hingga Fushthat (Kairo lama) yang dikuasai Ikhsidi (tahun 969 M),
Palestina, Suriah, dan Hijaz. Pada masa al-Aziz inilah dinasti Fatimiah
mengalami puncak kemajuan.[2]
Kemajuan-kemajuan
pada zaman dinasti Fatimiah adalah mulai dari segi pemerintahan dan kemajuan
ilmu pengetahuan. Pada segi pemerintahan dinasti Fatimiah mengangkat para
menteri yang terbagi dalam dua kelompok kementrian. Pertama, kelompok militer
dan yang kedua adalah kelompok sipil.
Dalam segi
ilmu pengetahuan dinasti Fatimiah juga mengalami kemajuan. Dinasti ini telah
membangun masjid Al Azhar yang di dalamnya terdapat kegiatan pengembangan ilmu
pengetahuan. Pada zaman ini telah melahirkan sejumlah ulama di antaranya :
Muhammad al-Tamimi (ahli fisika dan kedokteran), al-Kindi (ahli sejarah dan
filsafat), Ali Ibn Yunus (ahli astronomi), dan lain sebagainya. Di mana mereka
ikut mewarnai dan membuat sejarah perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan.
Pada dinasti
Fatimiah telah berkembang empat Madzhab Fikih, yaitu : Maliki, Hanafi, Syafi’i
dan Hambali. Namun dalam pemerintahan Fatimiah yang mendapatkan posisi
tertinggi atau jabatan-jabatan penting adalah faham Syi’ah, karena al-Mu’iz
sebagai pemimpin juga menganut faham tersebut. Sehingga dalam pemerintahan
tersebut faham Syi’ah sangat berpengaruh di dalamnya.
Namun
setelah sepeninggalan dari al-Aziz digantikan oleh al-Hakim dinasti Fatimiah
mengalami kemunduran. Dinasti Fatimiah mengalami berbagai konflik dan
kerusakan. Banyak kejahatan yang dilakukan oleh al-Hakim di antaranya adalah
membunuh sejumlah menteri, merusak greja (Holly Spulchre) di Palestina
pada tahun 1009 M, yang menjadikan salah satu pemicu perang salib, bahkan ia
mengaku sebagai inkarnasi Tuhan dan akhirnya ia mati dibunuh atas konspirasi
Sitt al-Mulk dengan Muqattam. Kemudian kepemimpinan dilanjutkan oleh putranya,
Abu Hasan Ali Al-Zahir (1021-1035 M). Ia meninggal dikarenakan sakit. Kemudian
kepemimpinan dilanjutkan oleh Abu Tamim Ma’ad al-Muntasir. Pada saat yang
bersamaan, Palestina berontak, Seljuk berhasil menguasai Asia Barat,
propinsi-propinsi di Afrika menolak membayar pajak dan menyatakan lepas darh
fatimiah atas dukungan dinasti Bani Abbas. Tripoli dan Tunisia dikuasai oleh
suku Hilal dan Sulaim (1052 M), dan Sicilia dikuasai oleh Bangsa Normandia
(1071 M).[3]
Dinasti
Fatimiah kesulitan dalam melawan serangan dari tentara salib, sehingga sampai
pada kepemimpinan al-Zafir belum mampu meredam gempuran dari tentara salib yang
menjadikan meminta bantuan dari Nur al-Din Mahmud.[4] Bantuan yang diberikan
adalah mengirim pasukan di bawah pimpinan Syirkuh dan shalahuddin al-Ayyubi.
Bantuan yang diberikan cukup berhasil dalam melawan serangan dari tentara
salib. Sehingga pasukan dari Nuruddin al-Zanki kembali ke Suriyah. Akan tetapi,
sepeninggal pasukan tersebut terdapat konflik internal, yang menjadikan Syirkuh
kembali menyelesaikan konflik. Atas keberhasilannya Syirkuh diangkat menjadi
wazir oleh Fatimiah. Baru tiga bulan memimpin Syirkuh meniggal dan kemudian
diganti oleh Salahuddin al-Ayyubi.
Pada
tanggal 10 Muharram 567 H/ 1171 M, khalifah terakhir Fatimiah yaitu al-Adid
meninggal. Sehingga berpindahlah kekuasaannya ketangan Salahudin al-Ayyubi.[5]
Kesuksesan
dari Shalahuddin al Ayyubi adalah sejak diangkat menjadi menteri di Mesir pada
tahun 1169 M. Shalahuddin al Ayyubi memiliki ambisi yang besar yaitu merubah
Islam syi’ah yang berjaya pada masa dinasti Fatimiyah menjadai Islam sunni, dan
memerangi tentara salib pada masa itu.
b. Kemajuan
Dinasti Ayyubiyah
Kemajuan
suatu negara dapat dilihat dari kemajuan peradabannya pada saat itu,
sebagaimana islam pada zaman pemerintahan Shalahudin al-Ayyubi. Dalam literatur
yang kami baca perbedaan dalam masalah kemajuan yang terjadi pada dinasti
Ayyubiyah. Philip K. Hitti dalam bukunya History of Arabs menyatakan
bahwa selama dinasti Ayyubiyah berdiri, kemajuan peradaban kurang bisa
dirasakan. Kebanyakan peradaban yang ada adalah peninggalan dari dinasti
sebelumnya yaitu dinasti Fatimiah dan pada pemerintahan Nur al-Din, hal
tersebut disebabkan karena pada masa dinasti ini memang fokus utama
perkembangan islam adalah pada pertahanan dan perlawan atas tentara salib yang
telah mengobarkan genderang peperangan dengan umat Islam.[6] Namun
walaupun demikian semangat perjuangan dinasti Ayyubiyah sedikit banyak juga
memberikan andil atau sumbangan peradaban pada Islam. Pada saat kepemimpinan
Shalahudin al-Ayyubi islam mengalami beberapa kemajuan dalam berbagai bidang
diantaranya :
1) Bidang Pendidikan dan
Ilmu Pengetahuan
Salah satu
misi dari Shalahuddin al-Ayyubi dalam kepemimpinannya adalah merubah islam
Syi’ah yang didominasi pada zaman dinasti Fatimiah, bahkan pada saat itu
terlalu jauh syi’ah yang di anut pada taraf Syi’ah kebatinan, yang di anggap
oleh Shalhuddin al-Ayyubi sudah sangat melenceng dari ajaran Islam. Misi beliau
adalah merubah islam Syia’ah pada ajaran ahlussunah wal jama’ah yaitu Islam
Sunni.[7] Sehingga
jalur pendidikanlah jalan yang strategis untuk menghapus aliran
tersebut.
Usaha yang
dilakukan oleh Shalhuddin al-Ayyubi adalah dengan membangun banyak madrasah.
Beliaulah yang memperkenalkan madrasah ke negeri Yerusalem dan Mesir. Contoh
madrasah yang terbaik pada masa itu adalah masjid-sekolah Sultan Hasan di
Kairo.[8] Salah satunya yang terkenal dalah membangun
madrasah universitas yang dinamai dengan namanya sendiri yaitu universitas al-Shalahiyyah
di Mesir untuk madzhab Syafi’i.
Selain
itu, pada tahun 572 H juga dibangun universitas madzhab Hanafi yang dikenal
dengan universitas As-Suf’ah. Membangun banyak toko buku yang tersebar
di wilayah Mesir sehingga para pelajar mudah untuk membeli buku-buku yang
dibutuhkan.[9]
Perkembangan
ilmu pengetahuan juga mengalami perkembangan, kita kenal Musa Ibnu Maymun,
orang yahudi yang dikenal juga sebagai Maemoonides, seorang ahli dalam
bidang kedokteran yang menjadi dokter pribadi Shalhuddin al-Ayyubi.[10]
Maemoonides sangat masyhur pada zaman itu,
beliau ternyata tidak hanya ahli dalam bidang kedokteran, tetapi beliau juga
ahli dalam bidang astronomi dan filsafat. telah menulis buku kedokteran yaitu Aphorisme.
Selain Maemoonides pada zaman juga ada Ibn al-Baytar sebagai
dokter hewan dan medical pada tahun 1246 M.[11] Shalhuddin
al-Ayyubi memiliki ahli Topografi yang menjadi rujukan utama pada abad
pertengahan yaitu Abdul Lathif al-Bagdadi(1162-1231 M)
2) Bidang Arsitektur
Dalam
bidang arsitektur Shalhuddin al-Ayyubi banyak membangun masjid yang bergaya
arsitektur indah. Selain digunakan sebagai sarana ibadah, masjid yang dibangun
oleh Shalhuddin al-Ayyubi juga digunakan sebagai tempat untuk menuntut ilmu.
Shalhuddin
al-Ayyubi juga membangun benteng pada masa itu sebagai basis pertahanan dari
serangan tentara salib. Benteng Jabal Makkatan di Kairo dan benteng Sina. Shalhuddin
al-Ayyubi juga membangun monumen yang indah dan waduk, sebagai irigasi dan air
minum.
Selain itu
juga dibangun banyak masjid-masjid yang indah pada masa itu. Yaitu dengan
adanya kubah sebagai seni dari suatu masjid. Peninggalan yang paling indah
adalah pintu yang di ambil dari greja akka yang dipasang pada masjid
al-Nashir. Namun dengan adanya perng salib seni-seni yang indah itupun diadopsi
oleh mereka yaitu pada bangunan-bangunan greja dan kastil.[12]
3) Bidang Ekonomi
Pada masa
dinasti ini ekonomi juga mengalami kemajuan, karena adanya pendapatan negara
yang cukup melimpah. Pendapat negara tersebut adalah hasil dari :[13]
a) Pajak yang dibebankan
kepada penduduk non muslim
b) Fidyah atau tebusan
jiwa yang dibayar oleh para tawanan
c) Harta rampasan perang
d) Upeti yang diambil
dari penduduk yang wilayahnya tunduk kepada negeri islam secara damai.
Selain itu,
pada dinasti ini sektor perdagangan juga maju pesat. Mesir menjadi pusat
perdagangan antara timur dan barat, sehingga dibangunlah pasar perdagangan di
Iskandaria yang dinamakan dengan pasar Ayak.[14]
Pada masa itu juga banyak berdiri industri, seperti industri senjata,
tekstil, keramik, dan lain-lain.
4) Bidang Militer
Pada bidang
ini bisa dikatakan maju, karena bersinggungan dengan perang salib pada saat
itu. Dengan kemajuan tersebutlah sehingga shalahudin mampu menguasai kota
yerusalem yang sebelumnya telah dikuasi oleh tentara salib selama 80 tahun.[15] Shalhuddin al-Ayyubi
dalam militernya mulai mengenal dan memakai ketapul, baju zirah, penggunaan
sangkakala perang, tambur (sejenis kecapi), dan genderang perang.
Strategi-strategi
dalam peperangan juga semakin baik, bagaimana taktik pengepungan, pemasangan
ranjau, penggunakan alat pemdobrak dan pembakaran pertahanan lawan.[16]
Pada
zaman tersebut juga mulai menggunakan simbol-simbol bendera militer. Konon
burung elang merupakan simbol dari shalahudin dalam militernya.
c. Kemunduran Dinasti Ayyubiyah
Dinasti
Ayyubiyah telah berkuasa kurang lebih 90 tahun. Selama pemeriintahan dinasti
ini memeliki 10 sultan di antaranya :
1) Shalahuddin Yusuf
(1169-1193 M)
2) Al-Aziz Ibn
Shalahuddin (1193-1198 M)
3) Manshur Muhammad
ibn al-Aziz (1198-1199 M)
4) Al-Adil I Ahmad
Ibn Ayyub (1199-1218 M)
5) Al-Kamil I
(1218-1238)
6) Al-Adil II
(1238-1240 M)
7) Sholeh
Najmuddin (1240-1249 M)
8)
Muazzham Tauran ibn Shalih
(1249-1249 M)
9) Syajar al-Dur
istri al Shalih (1249-1250 M)
10) Asyraf ibn Yusuf (1250-1252 M)[17]
Setelah Shalahuddin wafat pada tahun 1193 M,
pemerintahan kekuasaan dibagi kepada keturunannya secara turun temurun. Namun
kegemilangan Shalahudin tidak bisa disamai oleh para keturunannya. Banyak terjadi
konflik dari dalam pemerintahan, apalagi serangan dari tentara salib juga
bertubi-tubi menggoyahkan pemerintahan pada dinasti ini.
Puncaknya yaitu setelah meninggalnya sultan ke 7 yaitu
Al Shalih Najm. (November 1249), istrinya yaitu Syajar al-Durr, merahasiakan
kematian suaminya selama 3 bulan sampai anaknya yaitu Turan syah kembali ke
dari Mesopotamia untuk menggantikan ayahnya.
Namun Turan syah gagal untuk melanjutkan pemerintahan
karena kurang bisa beradaptasi dengan para tentara dari budak-budak (mamluk)
ayahnya yang telah berkomplot dengan ibu tirinya. Akhirnya Turan syahpun
dibunuh. Ibu tirinya yaitu Syajar al-Durr memproklamirkan dirinya sebagai ratu
negara Islam. Meskipun masih ada keturunan dari ayyubiyah yaitu al Asyraf Musa
yang pada saat itu masih berumur enam tahun, demi pertimbangan martabat beliau
di angkat menjadi sultan. Namun kendali pemerintahan sudah dikuasai oleh
Mamluk. Aibak sebagai pemimpinnya. Sehingga pada saat itu berakhirlah kekuasaan
dari dinasti Ayyubiyah berpindah pada berdirinya dinasti Mamlukiyyah.[18]
2.
Dinasti Mamlukiyah (647-923 H/1250-1517 M)
a.
Sejarah Dinasti Mamlukiyah
Sebagaimana dinasti Ayyubiyah, sejarah berdirinya
dinasti Mamlukiyah juga atas melemahnya dinasti Ayubiyah yang kemudian mampu
direbut dan di kuasai oleh dinasti mamlukiyah. Dinasti ini bisa dikatakan sebagai
dinasti arab terakhir yang mampu bertahan kurang lebih 2 seperempat abad.
Dinasti Ayyubiyah dipimpin oleh Izzudin Aybak yang sebelumnya menikah dengan
Syajar al-Dur.
Jika
dilihat dari namanya, mamluk memiliki arti budak. Memang dinasti mamlukiyah adalah
dinasti yang berdiri dari berbagai golongan budak. Memang seperti
dinasti-dinasti sebelumnya sudah menjadi kebiasaan bahwa tiap dinasti memiliki
budak-budak belian yang dijadikan sebagai tentara pertahanan, untuk melindungi
pemerintahan dari seangan pemberontak atau musuh. Pada dinasti Ayyubiyah Sultan
al-Malik al-Salih (1240 M-1249 M) juga sama, beliau memiliki budak-budak
belian. Beiau menempatkan para budak tersebut pada kelompok tersendiri yang
terpisah dari masyarakat. Mereka dijadikan pengawal untuk menjamin kelangsungan
kekuasaannya. Pada masa kekuasaannya, mereka mendapat hak-hak istimewa, baik
dalam karier ketentaraan maupun dalam imbalan-imbalan material.[19]
Pada
umumnya mereka berasal dari daerah Kaukasus dan Laut Kaspia, yaitu daerah
pegunungan yang terletak di daerah perbatasan Rusia dan Turki. Mereka dibawa ke
Baghdad, Istanbul dan Mesir. Di Mesir mereka ditempatkan di pulau Raudhah di
Sungai Nil untuk menjalani latihan militer dan keagamaan. Karena itulah, mereka
dikenal dengan julukan Mamluk Bahri (bahr artinya laut). Saingan mereka
dalam ketentaraan pada masa itu adalah tentara yang berasal dari suku
Syirkasiah yang didatangkan oleh Sultan Qalawun (1279-1290 M) ketika dirasa
para Mamluk Bahri akan dapat mengancam kekuasaannya dan kemudian mereka
ditempatkan di menara-menara benteng dan akhirnya dijuluki dengan Mamluk Burji
(buruj artinya menara)
Pada masa
al-Salih berkuasa, para budak itu secara bergelombang didatangkan untuk dapat mempertahankan
kekuasaannya dari segala rongrongan yang dapat mengganggu tampuk kekuasaannya.
Oleh karena itu mereka secara simultan dapat membangun solidaritas yang tinggi
bagi kelangsungan kekuasaan mereka kelak jika terjadi pergantian kepemimpinan
sultan (suksesi), terlebih mereka seringkali ditakutkan dengan kehadiran suku
kurdi yang dipercaya sebagai tentara pengaman Sultan al-Malik al-Kamil .
Ketika
al-Salih meninggal (1249 M), anaknya, Turansyah, naik tahta sebagai Sultan.
Golongan Mamalik merasa terancam karena Turansyah lebih dekat kepada tentara
asal Kurdi daripada mereka. Kondisi ini mendorong para mamluk untuk melakukan
kudeta dan akhirnya pada tahun 1250 M.
Dinasti Mamalik
di bawah pimpinan Izzudin Aybak dan Baybars berhasil membunuh Turansyah.
Selanjutnya kepemimpinan dilanjutkan oleh Syajar al-Durr berlangsung sekitar
tiga bulan. Ia kemudian kawin dengan seorang tokoh Mamalik bernama Izzudin
Aybak (649 H) dan menyerahkan tampuk kepemimpinan kepadanya sambil berharap
dapat terus berkuasa di belakang tabir. Akan tetapi segera setelah itu Aybak
membunuh Syajar al-Durr dan mengambil sepenuhnya kendali pemerintahan.
b.
Kemajuan Peradaban Dinasti Mamlukiyah
Pemerintahan yang cukup lama pastinya dinasti
Mamlukiyah memberikan warna tersendiri dalam dunia Islam. Kalau dilihat dari
buku sejarahnya Philip K. Hitti, memang pada dinasti ini corak peradaban tidak
mengalami perkembangan yang cukup pesat, di sinyalir karena memang penguasa
dari dinasti ini adalah dari latar belakang para budak, yang terisolasi ari
dunia luar karena hanya menjadi tentara yang bertugas berperang dan menjaga
kemanan wilayah kekuasaan pemimpinnya.[20]
Namun juga tidak bisa dipungkiri bahwa, selama
pemerintahan dinasti ini pemerintahan dapat berdiri dengan kuat, dapat
mempertahankan kekuasaan dari serangan-serangan tentara salib. Selama
pemerintahan dinasti ini berjalan, dinasti ini ternyata terbagi menjadi dua
periode. Periode tersebut yakni periode dinasti mamluk Bahri (1250-1390
M) dan mamluk Burji (1382-1517 M). Dinasti Bahri kebanyakan berasal dari
Turki dan Mongol, sedang mamluk Burji berasal dari sirkasius.
Kemajuan pada bidang pemerintahan adalah terletak pada
system pemerintahan yang sudah sangat tertata dengan baik sehingga bisa
bertahan cukup lama. Susunan administrasi pada dinasti Mamlukiyah sangat
menonjol pada saat itu, karena dengan sistem pemerintahan yang baiklah maka
roda pemerintahan dapat berjalan dengan baik, karena dibutuhkan
keputusan-keputusan politik yang sangat penting dalam menunjang kemajuan
pemerintahan Mamlukiyah.[21]
Sistem
pemerintahan politikdinasti Mamlukiyah dapat digambarkan sebagai berikut :[22]
Administrasi
pemerintahan dinasti mamlukiyah adalah telah dibentuknya posisi-posisi pejabat
yang strategis di antaranya :[23]
1) Diwan Al-Jaisy
(Pendataan dan Administrasi Militer)
2) Diwan Al-Insya’
(Sekretariat Negara)
3) Diwan Al-Ahbas
(Lembaga Pewakafan)
4) Diwan An-Nazar
(Pemasukan dan Pengeluaran Negara)
Sistem yang demikian
menjadikan perjalanan pemerintahan dari dinasti Mamlukiyah berjalan dengan
teratur, dan pengembangan negara juga semakin maju.
Pada saat Keberhasilan
yang cukup besar dalam dinasti ini adalah keberhasilan mereka dalam membendung
serangan dan bangsa mongol pada perang ’Ain Jalut pada tahun 658 H/1259 M.
Sejarah perkembangan yang terjadi pada dinasti ini, dalam cacatan sejarah terbagi menjadi 2
periode yaitu periode pemerintahan dinasti Bahri dan pemerintahan dinasti
Burji.
a) Dinasti Bahri
(648-792 H/1250-1389 M)
Dinasti
inilah yang pertama kali berkuasa setelah mampu mengambil alih kekuasaan dari
dinasti Ayyubiyah. Pada dinasti inilah pertama kalinya pemerintahan dipimpin
oleh seorang perempuan yaitu Syajar al-Durr istri dari al-Shalih, namun
kepemimpinannya tidak berlangsung lama, hanya beberapa bulan saja. Kemudian
Syajar al-Dur menikah dengan Aybak, selanjutnya Dinasti ini dipimpin oleh Aybak
berkuasa selama tujuh tahun (1250-1257 M). Setelah meninggal ia digantikan oleh
anaknya, ”al-Malik al-Manshur” Nurudin Ali yang masih berusia muda. Ali
kemudian mengundurkan diri pada tahun 1259 M dan digantikan oleh wakilnya,
”al-Malik al-Mudzaffar” Saifudin Qutuz.
Selama
berjalan dinasti ini telah dipimpin oleh banyak sultan diantaranya :[24]
1) Syajar al Dur (1250
M)
2) Izzudin aybek (1250
M)
3) Nuruddin ’ali bin
aybik (1257 M)
4) Saifuddin qathaz
(1258 M)
5) Zahir bibaris (1259
M)
6) Sa’id barkah bin
bibaris (1277 M)
7) Adil badruddin bin
bibaris (1290 M)
8) Manshur qalawun (1294
M)
9) Asyraqkhalil bin
qalawun (1294 M)
10) Nasir muhammad bin
qalawan (1296 M)
11) Adil katabagha (1298
M)
12) Mansur lajin (1308 M)
13) Manshur muhammad bin
qalawan (1309 M)
14) Mudzafar bibarai abi
syankir (1340 M)
15) Nashir muhammad bin
qalawun (1341 M)
16) Manshur abu bakar bin
muhammad (1341 M)
17) Asyraf kazak bin
muhammad (1342 M)
18) Nashir ahmad bin
muhammad (1345 M)
19) Shalih ismail bin
muhammad (1346 M)
20) Kamilsya’ban bin
muhammad (1347 M)
21) Mudzafar amir haj bin
muhammad (1351 M)
22) Nashir hasan bin
muhammad (1354 M)
23) Sahalih shalih bin
muhammad (1360 M)
24) Nashir hasan bin
muhammad (1362 M)
25) Manshur muhammad bin
amir haj (1376 M)
26) Asyraf sya’ban bin
hasan (1381 M)
27) Manshur ali bin hasan
(1389 M)
28) Shalih haji bin
asyraf sya’ban
Selama
pemerintahan dinasti ini mengalami perkembangan kemajuan, baik di bidang ilmu
pengetahuan, arsitektur.
1) Bidang pendidikan [25]
Di bidang
ilmu pengetahuan, Mesir menjadi tempat pelarian ilmuwan-ilmuwan asal Baghdad
dari serangan tentara Mongol. Karena itu, ilmu-ilmu banyak berkembang di Mesir,
seperti sejarah, kedokteran, astronomi, matematika, dan ilmu agama. Dalam ilmu
sejarah tercatat nama-nama besar, seperti Ibn Khalikan, ibn Taghribardi, dan
Ibn Khaldun. Di bidang astronomi dikenal nama Nasir al-Din al- Tusi. Di bidang
matematika Abu al-Faraj al-'Ibry. Dalam bidang kedokteran: Abu al-Hasan ' Ali
al-Nafis, penemu susunan dan peredaran darah dalam paru-paru manusia, Abd
al-Mun'im al-Dimyathi, seorang dokter hewan, dan al-Razi, perintis psykoterapi.
Dalam bidang optic dikenal nama Salahuddin ibn Yusuf. Sedangkan dalam bidang
ilmu keagamaan, tersohor nama ibn Taimiyah, seorang pemikir reformis dalam
Islam, al-Suyuthi yang menguasai banyak ilmu keagamaan, Ibn Hajar al- 'Asqalani
dalam ilmu hadits, al-Thufi, Izzuddin bin Abdi Salam, dan lain-lain.
2) Bidang arsitektur
Dinasti
Mamalik juga banyak mengalami kemajuan di bidang arsitektur. Banyak arsitek
didatangkan ke Mesir untuk membangun sekolah-sekolah dan masjid-masjid yang
indah. Bangunan-bangunan lain yang didirikan pada masa ini diantaranya adalah
rumah sakit, museum, perpustakaan, villa-villa, kubah dan menara masjid.
Peninggalan
yang paling mengesankan pada periode ini adalah bangunan-bangunan arsitektural
dan artistik. Bahkan disematkan oleh para sejarawan, di era ini pulalah
arsitektur Muslim mencapai ekspresi yang paling kaya ornament. Terbukti pada
sejumlah masjid, madrasah, museum yang didirikan oleh Qollawun, al-Nashir, dan
al-Hasan. Awalnya, ciri khas yang mendominasi adalah model-model arsitektur
periode Nurriyah dan Ayyubiyah. Kemudian mendapat pengaruh baru dari orang
Suriah-Mesopotamia pada abad 13, tepatnya ketika Mesir menjadi tempat
berlindung para pengrajin dan ahli seni dari Mosul, Baghdad dan Damaskus pasca
invasi Mongol.
Batu-batu
beragam yang berasal dari Romawi dan Byzantium juga menjadi ciri istimewa
arsitektur periode ini. Hal lain yang mengagumkan adalah pengembangan
stalaktif-pendentif (bahasa Arab: muqornas) dan rancangan kubah yang mampu
menahan cahaya, termasuk juga untuk penerangan, semakin terlihat megah dengan
segala dekorasinya. Hal tersebut cukup tercermin dari bangunan Masjid Mu'ayyad,
yang terletak di jalan Ahmad Mahir berdampingan dengan Bab Zuwayla, dan dikenal
dengan Masjid Merah (Red Mosque). Masjid ini dibangun oleh Sultan Muayyad 1415-1420.
Pada pintu masuknya terdapat hiasan warna merah ditambah permata, di atasnya
terdapat hiasan pahatan dan lengkungan skalaktit. Di bagian dalam masjid
terdapat makam Sultan Muayyad dan putranya, yang ditutupi batu marmer
warna-warni berbentuk pola geometri . Sejatinya, kebiasaan untuk menghubungkan
bangunan makam sang pendiri masjid, bermula pada tahun 1085 M oleh Badr
al-Jamali. Bangunan makam yang menyatu dengan masjid di bukit Muqattam hasil
rancangan Badr itulah yang kemudian menjadi semakin menjamur
3) Bidang ekonomi
Dalam
bidang ekonomi, dinasti Mamalik membuka hubungan dagang dengan Perancis dan
Italia melalui perluasan jalur perdagangan yang sudah dirintis oleh dinasti
Fathimiyah di Mesir sebelumnya. Jatuhnya Baghdad membuat Kairo, sebagai jalur
perdagangan antara Asia dan Eropa, menjadi lebih penting karena Kairo
menghubungkan jalur perdagangan Laut Merah dan Laut Tengah dengan Eropa. Di samping
itu, hasil pertanian juga meningkat. Keberhasilan dalam bidang ekonomi ini
didukung oleh pembangunan jaringan transportasi dan komunikasi antar kota, baik
laut maupun darat. Ketangguhan
angkatan laut Mamalik sangat membantu pengembangan perekonomiannya.
b) Dinasti Burji
(1389-1517 M)
Dinasti ini
berasal dari syarkasiah dari negeri Georgia yang berdekatan dengan laut hitam.
Golongan budak yang dijadikan tentara ini adalah dibeli oleh sultan qalawun
dari Mamluk Bahri untuk menguatkan posisinya. Dinamakan burji karena memang
mereka pada saat itu ditugaskan di wilayah benteng yang terdapat menara-menara,
yang biasa disebut burj (menara).[26]
Selama
dinasti ini berjalan telah banyak mengalami perkembangan dan pergantian
kepemimpinan. Adapun para sultan yang memimpin pada dinasti ini antara lain :[27]
1) Azh-Zhahir barquq
(1389 M)
2) An-Nashr farj bin
barquq (1389 M)
3) Al-Manshur
abdul aziz bin barquq (tiga
bulan)
4) A-Nashir farj (kedua
kali) (1405 M)
5) Al-Muayyid
syaikh (1412 M)
6) Al-Mudzaffar
ahmad ibnul muayyid (beberapa bulan)
7) Azh-zhahir
thuthar (beberapa bulan)
8) Ash-Shalih muhammad
bin thuthar (beberapa bulan)
9) Al-asyraf
barsibai (1421 M)
10) Al-aziz yusuf
bin barsibai (beberapa bulan)
11) Azh-Zhahir
jaqmaq (1438 M)
12) Al-Manshur usman bin
jaqmaq (beberapa bulan)
13) Al-ashraf inal
(1453)
14) Al-muayyid
ahamad bin inal (beberapa bulan)
15) Azh-zhahir
khasyqadam (1460 M)
16) Azh-zhahir
balba (dua bulan)
17) Azh-zhahir
tamriga (dua bulan)
18) Khairbeikh
(satu malam)
19) Al-asyraf
qaytabai (1467 M)
20) An-nashir
muhammad bin qaytabai (1467 M)
21) Qanshuh (1496
M)
22) An-nashir
muhammad (kedua kali) (1497 M)
23) Azh-zhahir
qanshuh (1498 M)
24) Janbalath (1499
M)
25) Al-‘adil
thumanbai I (beberapa bulan)
26) Al-asyraf
qanshuh al-Ghawri (1500 M)
27) Thumanbai II
(1517 M)
Sebagaimana
dengan dinasti sebelumnya, dinasti ini juga mengalami kemajuan dalam berbagai
bidang. Memang sejatinya dinasti ini melanjutkan peradaban dinasti sebelumnya,
namun ada kemajuan yang cukup menonjol, yaitu pada bidang militer, yang menjadi
keahlian dari para golongan ini sebelum menjadi pemimpin dinasti.
1) Bidang Militer[28]
Di bidang
informasi, layanan pos di era kejayaan Islam tak hanya sekadar sebagai
pengantar pesan. Dinasti Mamalik menjadikan pos sebagai alat pertahanan. Guna
mencegah invasi pasukan tentara Mongol di bawah komando Hulagu Khan pada abad
ke-13 M, para insinyur Mamluk membangun menara pengawas di sepanjang rute pos
Irak hingga Mesir.
Di atas
menara pengawas itu, selama 24 jam penuh para penjaga telah menyiapkan
tanda-tanda bahaya. Jika bahaya mengancam di siang hari, petugas akan membakar
kayu basah yang dapat mengepulkan asap hitam. Sedangkan di malam hari, petugas
akan membakar kayu kering. Upaya itu ternyata tak sepenuhnya berhasil. Tentara
Mongol mampu menembus Baghdad dan memorak-porandakan metropolis intelektual
itu. Meski begitu, peringatan awal yang ditempatkan di sepanjang rute pos itu
juga berhasil mencegah masuknya tentara Mongol ke Kairo, Mesir.
Hanya dalam
waktu delapan jam, berita pasukan Mongol akan menyerbu Kairo sudah diperoleh
pasukan tentara Muslim. Itu berarti, sama dengan waktu yang diperlukan untuk
menerima telegram dari Baghdad ke Kairo di era modern. Berkat informasi
berantai dari menara pengawas itu, pasukan Mamluk mampu memukul mundur tentara
Mongol yang akan menginvasi Kairo. Menurut Paul Lunde, layanan pos melalui
jalur darat pada era kekuasaan Dinasti Mamluk juga sempat terhenti ketika
pasukan Tentara Salib memblokir rute pos. Meski begitu, penguasa Dinasti Mamluk
tak kehabisan akal.
Sejak saat
itu, Dinasti Mamalik mulai menggunakan merpati pos. Dengan menggunakan burung
merpati sebagai pengantar pesan, pasukan Tentara Salib tak dapat mencegah
masuknya pesan dari Kairo ke Irak. Merpati pos mampu mengantarkan surat dari
Kairo ke Baghdad dalam waktu dua hari. Sejak itu, peradaban Barat juga mulai
meniru layanan pos dengan merpati seperti yang digunakan penguasa Dinasti
Mamluk.
c. Kemunduran
Dinasti Mamlukiyah
Dinasti ini
mengalami kemunduran dikarenakan banyaknya konflik internal, dari leteratur
sejarah yang ada menyebutkan bahwa kemuduran dinasti mamluk karena adanya gaya
hidup memwah dari para sultan yang menghamburkan uang negara, sehingga
dampaknya rakyatlah yang menanggung beban dengan akibat tingginya pajak yang
harus dibayarkan. Selain itu penyebab runtuhnya dinasti mamluk di antaranya :[29]
1) Mereka meninggalkan
jihad
2) Mereka menjadi
terpecah dan terjadinya konflik internal serta terjadinya banyak pertempuran
diantara mereka.
3) Ditemukannya jalan
ar-Raja’ ash-saleh oleh orang-orang portugis yang membuat Mesir kehilangan
pengaruhnya.
4) Kegagalan membendung
serangan orang-orang Portugis yang saat itu telah sampai ke laut Tengah dan
laut merah.
5) Munculnya kekuatan
usmani yang kemudian mengakhiri pemerintahan mereka.
C. PENUTUP
Sejarah
dunia islam dalam perajalanannya telah banya tertulis dalam tinta emas sejarah.
Mulai dari pemerintahan Nabi Muhammad sampai dengan peradaban islam terakhir di
kawasan arab, yaitu dinasti Ayyubiyah dan mamlukiyah.
Telah di
akui oleh dunia islam dan barat bagaimana perjuangan yang sangat gemilang pada
pemerintahan Shalhuddin Al-ayyubi (567-648 H/ 1171-1250 M). Dinasti ini mampu
memberikan sumbangan peradaban yang luar biasa. Melahirkan kemajuan-kemajuan di
berbagai bidang. Dan dinasti ini juga telah mampu enangkal serang salib pada
saat itu. Namun waktu jugalah yang telah menjadikan dinasti ini runtuh dan
hancur akibat dari ketidak mampuan para sultan dalam memerintah seperti pendiri
dinasti ini dalam berjuang.
Pada
akhirnya pemerintahan dinasti Ayyubiyah jatuh ketangan dinasti Mamlukiah (647-923
H/1250-1517 M). Dinasti yang
didirikan oleh para budak, namun budak bukan sembarang budak. Budak yang mampu
membangun dinasti yang cukup lama mampu bertahan kurang lebih 2 seprempat abad
ini adalah budak pilihan. Budak yang dilatih sebagai prajurit militer yang
tangkas dan hebat. Yang mampu menangkal serangan dari berbagai musuh. Merekapun
telah ditakdirkan untuk melanjutkan pemerintahan islam yang sebelumnya di
jalankan oleh dinasti Ayyubiyah.
Perkembangan
pada dinasti ini juga sangat banyak dari berbagai bidang. Salah satunya adalah
bidang militer. Dinasti ini mampu mengembangkan sistem informasi yang maju.
Yaitu dengan menggunakan burung merpati dalam mengirimkan berbagai informasi,
termasuk informasi dalam berperang.
Sebagaimana
dinasti Ayyubiyah, dinasti ini pula yang akhirnya hancur termakan oleh waktu. Berbagai
masalah timbul baik dari dalam maupun luar, sehingga mengusik pertahanan
pemerintah yang berakhir pada runtuhnya dinasti ini.
DAFTAR PUSTAKA
Amstrong, Karen. Islam a Short History.
Yogyakarta: Ikon Teralitera, 2003
Hasan, Hasan Ibrahim. Sejarah dan
Kebudayaan Islam. Yogyakarta : Kota Kembang, 1997
Hitti, Philip K. History of The Arabs.
Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010
Lubis, Amany. Sistem Pemerintahan
Oligarki dalam Sejarah Islam. Jakarta: UIN Jakarta Pers: 2005
Mufrodi, Ali. Islam di Kawasan
Kebudayaan Arab. Ciputat : Logos Wacana Ilmu, 1997
Sunanto, Musyrifah. Sejarah Islam
Klasik. Jakarta: Predana Media, 2003
Al-Usairy, Ahmad. Sejarah Islam.
Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2007
‘Ulwan, Abdullah Nasih. Shakahuddin
al-Ayubi. Jakarta: Studia Press, 2006
Surur, Muhammad Jamal al-Din. al-Dawlat
al-Fathimiyyat fi Mishr. Kairo
: Dar al-Fikr al-’Arabi,1979)
good
BalasHapus