Selasa, 10 April 2012

SEJARAH PERADABAN ISLAM


DINASTI AYYUBIYAH DAN MAMLUKIYAH DI WILAYAH MESIR DAN SEKITARNYA
A.    PENDAHULUAN
Perkembangan Islam sepeninggalan Rasulullah mengalami perkembangan dan perluasan yang sangat luar biasa, mulai dari kepemimpinan Khulafaur Rasyidin, sampai pada dinasti-dinasti besar dalam sejarah perjalanan Islam. Tidak bisa dipungkiri kemajuan-kemajuan pada zaman dinasti Umayyah (41-132 H/661-749 M), betapa berkembangnya islam pada zaman dinasti Abbasiyah (132-656H/749-1200 M) pada dinasti ini bisa dikatakan sebagai dinasti keemasan dalam Islam. Karena telah banyak berbagai kemajuan yang dihasilkan pada zaman tersebut, telah lahir para tokoh-tokoh besar islam yang sangat berpengaruh pada zaman itu. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan sangat terasa, kemajuan dalam bidang sosial ekonomi dan peradaban sangat mengagumkan.
Kemajuan dan perkembangan dalam Islam yang sangat luar biasa dalam sejarah dunia yang sedemikian itu ternyata tidak bisa bertahan sampai zaman moderen. Banyak terjadi konflik-konflik baik dari internal sendiri maupun dari eksternal yang sangat mempengaruhi perkembangan Islam, sehingga islam mengalami kemunduran.
Akibat dari kemunduran dari dinasti-dinasti besar tersebut, menjadikan banyak terlahir dinasti-dinasti kecil yang berusaha mati-matian untuk tetap memperjuangkan Islam, dinasti-dinasti yang berjuang untuk mengumpulkan kekuatan kembali dengan harapan Islam bisa kembali berjaya dimuka bumi.
Meskipun Dinasti-dinasti kecil yang berjuang, meskipun masa perjuangannya dan pemerintahannya tidak selama pada kejayaan dinasti umayyah dan abbasiyah, namun pada zaman dinasti-dinasti kecil tersebut dipimpin oleh pejuang-pejuang yang tidak kalah hebatnya dengan ppemimpin pada dinasti-dinasti besar.
Dinasti Ayyubiyah dan Mamlukiyah merupakan bagian dari dinasti kecil yang perjuangannya di akui oleh sejarawan non muslim. Kemajuan dan perkembangannya tertulis pada tinta sejarah yang bisa di ikuti dan di teladani oleh siapapuN. Untuk itulah perjuangan dari Dinasti Ayyubiyah dan Mamlukiyah perlu untuk di tilik kembali dan dipelajari sepek terjangnya dalam memperjuangkan misi Islam dimuka bumi ini.
Makalah ini akan mengkaji tentang sejarah dari Dinasti Ayyubiyah dan Mamlukiyah, masa kemajuan dari Dinasti Ayyubiyah dan Mamlukiyah, dan masa kemunduran dari Dinasti Ayyubiyah dan Mamlukiyah.
B.     PEMBAHASAN
1.      Dinasti Ayyubiyah (567-648 H/ 1171-1250 M)
a.       Sejarah Dinasti Ayyubiyah
Al-Malik al-Nashir al-Sulthan Shalah al-Din adalah nama lengkap dari Shalahuddin al-Ayyubi. Beliau lahir di Tikrit, Tigris tahun 1138 M.[1] Beliau adalah pendiri dari dinasti Ayyubiyah.
Dinasti Ayyubiyah berdiri di atas puing-puing dinasti Fatimiyah di Mesir. Sejarah dinasti Fatimiah sebenarnya mengalami kemajuan pada saat kepemimpinan dari Abu Tamim Ma’ad (341-352 H/956-975 M), yang mana beliau diberiakan gelar al Mu’iz. Pada saat kepemimpinannya al-Mu’iz telah berhasil menaklukkan Maroko, Sisilia, Mesir hingga Fushthat (Kairo lama) yang dikuasai Ikhsidi (tahun 969 M), Palestina, Suriah, dan Hijaz. Pada masa al-Aziz inilah dinasti Fatimiah mengalami puncak kemajuan.[2]
Kemajuan-kemajuan pada zaman dinasti Fatimiah adalah mulai dari segi pemerintahan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Pada segi pemerintahan dinasti Fatimiah mengangkat para menteri yang terbagi dalam dua kelompok kementrian. Pertama, kelompok militer dan yang kedua adalah kelompok sipil.
Dalam segi ilmu pengetahuan dinasti Fatimiah juga mengalami kemajuan. Dinasti ini telah membangun masjid Al Azhar yang di dalamnya terdapat kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan. Pada zaman ini telah melahirkan sejumlah ulama di antaranya : Muhammad al-Tamimi (ahli fisika dan kedokteran), al-Kindi (ahli sejarah dan filsafat), Ali Ibn Yunus (ahli astronomi), dan lain sebagainya. Di mana mereka ikut mewarnai dan membuat sejarah perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan.
Pada dinasti Fatimiah telah berkembang empat Madzhab Fikih, yaitu : Maliki, Hanafi, Syafi’i dan Hambali. Namun dalam pemerintahan Fatimiah yang mendapatkan posisi tertinggi atau jabatan-jabatan penting adalah faham Syi’ah, karena al-Mu’iz sebagai pemimpin juga menganut faham tersebut. Sehingga dalam pemerintahan tersebut faham Syi’ah sangat berpengaruh di dalamnya.
Namun setelah sepeninggalan dari al-Aziz digantikan oleh al-Hakim dinasti Fatimiah mengalami kemunduran. Dinasti Fatimiah mengalami berbagai konflik dan kerusakan. Banyak kejahatan yang dilakukan oleh al-Hakim di antaranya adalah membunuh sejumlah menteri, merusak greja (Holly Spulchre) di Palestina pada tahun 1009 M, yang menjadikan salah satu pemicu perang salib, bahkan ia mengaku sebagai inkarnasi Tuhan dan akhirnya ia mati dibunuh atas konspirasi Sitt al-Mulk dengan Muqattam. Kemudian kepemimpinan dilanjutkan oleh putranya, Abu Hasan Ali Al-Zahir (1021-1035 M). Ia meninggal dikarenakan sakit. Kemudian kepemimpinan dilanjutkan oleh Abu Tamim Ma’ad al-Muntasir. Pada saat yang bersamaan, Palestina berontak, Seljuk berhasil menguasai Asia Barat, propinsi-propinsi di Afrika menolak membayar pajak dan menyatakan lepas darh fatimiah atas dukungan dinasti Bani Abbas. Tripoli dan Tunisia dikuasai oleh suku Hilal dan Sulaim (1052 M), dan Sicilia dikuasai oleh Bangsa Normandia (1071 M).[3]
Dinasti Fatimiah kesulitan dalam melawan serangan dari tentara salib, sehingga sampai pada kepemimpinan al-Zafir belum mampu meredam gempuran dari tentara salib yang menjadikan meminta bantuan dari Nur al-Din Mahmud.[4] Bantuan yang diberikan adalah mengirim pasukan di bawah pimpinan Syirkuh dan shalahuddin al-Ayyubi. Bantuan yang diberikan cukup berhasil dalam melawan serangan dari tentara salib. Sehingga pasukan dari Nuruddin al-Zanki kembali ke Suriyah. Akan tetapi, sepeninggal pasukan tersebut terdapat konflik internal, yang menjadikan Syirkuh kembali menyelesaikan konflik. Atas keberhasilannya Syirkuh diangkat menjadi wazir oleh Fatimiah. Baru tiga bulan memimpin Syirkuh meniggal dan kemudian diganti oleh Salahuddin al-Ayyubi.
Pada tanggal 10 Muharram 567 H/ 1171 M, khalifah terakhir Fatimiah yaitu al-Adid meninggal. Sehingga berpindahlah kekuasaannya ketangan Salahudin al-Ayyubi.[5]
Kesuksesan dari Shalahuddin al Ayyubi adalah sejak diangkat menjadi menteri di Mesir pada tahun 1169 M. Shalahuddin al Ayyubi memiliki ambisi yang besar yaitu merubah Islam syi’ah yang berjaya pada masa dinasti Fatimiyah menjadai Islam sunni, dan memerangi tentara salib pada masa itu.
b.      Kemajuan Dinasti Ayyubiyah
Kemajuan suatu negara dapat dilihat dari kemajuan peradabannya pada saat itu, sebagaimana islam pada zaman pemerintahan Shalahudin al-Ayyubi. Dalam literatur yang kami baca perbedaan dalam masalah kemajuan yang terjadi pada dinasti Ayyubiyah. Philip K. Hitti dalam bukunya History of Arabs menyatakan bahwa selama dinasti Ayyubiyah berdiri, kemajuan peradaban kurang bisa dirasakan. Kebanyakan peradaban yang ada adalah peninggalan dari dinasti sebelumnya yaitu dinasti Fatimiah dan pada pemerintahan Nur al-Din, hal tersebut disebabkan karena pada masa dinasti ini memang fokus utama perkembangan islam adalah pada pertahanan dan perlawan atas tentara salib yang telah mengobarkan genderang peperangan dengan umat Islam.[6] Namun walaupun demikian semangat perjuangan dinasti Ayyubiyah sedikit banyak juga memberikan andil atau sumbangan peradaban pada Islam. Pada saat kepemimpinan Shalahudin al-Ayyubi islam mengalami beberapa kemajuan dalam berbagai bidang diantaranya :
1)      Bidang Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan
Salah satu misi dari Shalahuddin al-Ayyubi dalam kepemimpinannya adalah merubah islam Syi’ah yang didominasi pada zaman dinasti Fatimiah, bahkan pada saat itu terlalu jauh syi’ah yang di anut pada taraf Syi’ah kebatinan, yang di anggap oleh Shalhuddin al-Ayyubi sudah sangat melenceng dari ajaran Islam. Misi beliau adalah merubah islam Syia’ah pada ajaran ahlussunah wal jama’ah yaitu Islam Sunni.[7] Sehingga  jalur pendidikanlah jalan yang strategis untuk menghapus aliran tersebut.
Usaha yang dilakukan oleh Shalhuddin al-Ayyubi adalah dengan membangun banyak madrasah. Beliaulah yang memperkenalkan madrasah ke negeri Yerusalem dan Mesir. Contoh madrasah yang terbaik pada masa itu adalah masjid-sekolah Sultan Hasan di Kairo.[8] Salah satunya yang terkenal dalah membangun madrasah universitas yang dinamai dengan namanya sendiri yaitu universitas al-Shalahiyyah di Mesir untuk madzhab Syafi’i.
Selain itu, pada tahun 572 H juga dibangun universitas madzhab Hanafi yang dikenal dengan universitas As-Suf’ah. Membangun banyak toko buku yang tersebar di wilayah Mesir sehingga para pelajar mudah untuk membeli buku-buku yang dibutuhkan.[9]
Perkembangan ilmu pengetahuan juga mengalami perkembangan, kita kenal Musa Ibnu Maymun, orang yahudi yang dikenal juga sebagai Maemoonides, seorang ahli dalam bidang kedokteran yang menjadi dokter pribadi Shalhuddin al-Ayyubi.[10]
Maemoonides sangat masyhur pada zaman itu, beliau ternyata tidak hanya ahli dalam bidang kedokteran, tetapi beliau juga ahli dalam bidang astronomi dan filsafat. telah menulis buku kedokteran yaitu Aphorisme. Selain Maemoonides pada zaman juga ada Ibn al-Baytar sebagai dokter hewan dan medical pada tahun 1246 M.[11] Shalhuddin al-Ayyubi memiliki ahli Topografi yang menjadi rujukan utama pada abad pertengahan yaitu Abdul Lathif al-Bagdadi(1162-1231 M)
2)      Bidang Arsitektur
Dalam bidang arsitektur Shalhuddin al-Ayyubi banyak membangun masjid yang bergaya arsitektur indah. Selain digunakan sebagai sarana ibadah, masjid yang dibangun oleh Shalhuddin al-Ayyubi juga digunakan sebagai tempat untuk menuntut ilmu.
Shalhuddin al-Ayyubi juga membangun benteng pada masa itu sebagai basis pertahanan dari serangan tentara salib. Benteng Jabal Makkatan di Kairo dan benteng Sina. Shalhuddin al-Ayyubi juga membangun monumen yang indah dan waduk, sebagai irigasi dan air minum.
Selain itu juga dibangun banyak masjid-masjid yang indah pada masa itu. Yaitu dengan adanya kubah sebagai seni dari suatu masjid. Peninggalan yang paling indah adalah pintu yang di ambil dari greja akka yang dipasang pada masjid al-Nashir. Namun dengan adanya perng salib seni-seni yang indah itupun diadopsi oleh mereka yaitu pada bangunan-bangunan greja dan kastil.[12]
3)      Bidang Ekonomi
Pada masa dinasti ini ekonomi juga mengalami kemajuan, karena adanya pendapatan negara yang cukup melimpah. Pendapat negara tersebut adalah hasil dari :[13]
a)      Pajak yang dibebankan kepada penduduk non muslim
b)      Fidyah atau tebusan jiwa yang dibayar oleh para tawanan
c)      Harta rampasan perang
d)     Upeti yang diambil dari penduduk yang wilayahnya tunduk kepada negeri islam secara damai.
Selain itu, pada dinasti ini sektor perdagangan juga maju pesat. Mesir menjadi pusat perdagangan antara timur dan barat, sehingga dibangunlah pasar perdagangan di Iskandaria yang dinamakan dengan pasar Ayak.[14] Pada masa itu juga banyak berdiri industri, seperti industri senjata, tekstil, keramik, dan lain-lain.
4)      Bidang Militer
Pada bidang ini bisa dikatakan maju, karena bersinggungan dengan perang salib pada saat itu. Dengan kemajuan tersebutlah sehingga shalahudin mampu menguasai kota yerusalem yang sebelumnya telah dikuasi oleh tentara salib selama 80 tahun.[15] Shalhuddin al-Ayyubi dalam militernya mulai mengenal dan memakai ketapul, baju zirah, penggunaan sangkakala perang, tambur (sejenis kecapi), dan genderang perang.
Strategi-strategi dalam peperangan juga semakin baik, bagaimana taktik pengepungan, pemasangan ranjau, penggunakan alat pemdobrak dan pembakaran pertahanan lawan.[16]
Pada zaman tersebut juga mulai menggunakan simbol-simbol bendera militer. Konon burung elang merupakan simbol dari shalahudin dalam militernya.
c.       Kemunduran Dinasti Ayyubiyah
Dinasti Ayyubiyah telah berkuasa kurang lebih 90 tahun. Selama pemeriintahan dinasti ini memeliki 10 sultan di antaranya :
1)      Shalahuddin Yusuf (1169-1193 M)
2)      Al-Aziz Ibn Shalahuddin (1193-1198 M)
3)      Manshur Muhammad ibn al-Aziz (1198-1199 M)
4)      Al-Adil I Ahmad Ibn Ayyub (1199-1218 M)
5)      Al-Kamil I (1218-1238)
6)      Al-Adil II (1238-1240 M)
7)      Sholeh Najmuddin (1240-1249 M)
8)      Muazzham Tauran ibn Shalih (1249-1249 M)
9)      Syajar al-Dur istri al Shalih (1249-1250 M)
10)  Asyraf ibn Yusuf (1250-1252 M)[17]
Setelah Shalahuddin wafat pada tahun 1193 M, pemerintahan kekuasaan dibagi kepada keturunannya secara turun temurun. Namun kegemilangan Shalahudin tidak bisa disamai oleh para keturunannya. Banyak terjadi konflik dari dalam pemerintahan, apalagi serangan dari tentara salib juga bertubi-tubi menggoyahkan pemerintahan pada dinasti ini.
Puncaknya yaitu setelah meninggalnya sultan ke 7 yaitu Al Shalih Najm. (November 1249), istrinya yaitu Syajar al-Durr, merahasiakan kematian suaminya selama 3 bulan sampai anaknya yaitu Turan syah kembali ke dari Mesopotamia untuk menggantikan ayahnya.
Namun Turan syah gagal untuk melanjutkan pemerintahan karena kurang bisa beradaptasi dengan para tentara dari budak-budak (mamluk) ayahnya yang telah berkomplot dengan ibu tirinya. Akhirnya Turan syahpun dibunuh. Ibu tirinya yaitu Syajar al-Durr memproklamirkan dirinya sebagai ratu negara Islam. Meskipun masih ada keturunan dari ayyubiyah yaitu al Asyraf Musa yang pada saat itu masih berumur enam tahun, demi pertimbangan martabat beliau di angkat menjadi sultan. Namun kendali pemerintahan sudah dikuasai oleh Mamluk. Aibak sebagai pemimpinnya. Sehingga pada saat itu berakhirlah kekuasaan dari dinasti Ayyubiyah berpindah pada berdirinya dinasti Mamlukiyyah.[18]

2.      Dinasti Mamlukiyah (647-923 H/1250-1517 M)
a.       Sejarah Dinasti Mamlukiyah
Sebagaimana dinasti Ayyubiyah, sejarah berdirinya dinasti Mamlukiyah juga atas melemahnya dinasti Ayubiyah yang kemudian mampu direbut dan di kuasai oleh dinasti mamlukiyah. Dinasti ini bisa dikatakan sebagai dinasti arab terakhir yang mampu bertahan kurang lebih 2 seperempat abad. Dinasti Ayyubiyah dipimpin oleh Izzudin Aybak yang sebelumnya menikah dengan Syajar al-Dur.
Jika dilihat dari namanya, mamluk memiliki arti budak. Memang dinasti mamlukiyah adalah dinasti yang berdiri dari berbagai golongan budak. Memang seperti dinasti-dinasti sebelumnya sudah menjadi kebiasaan bahwa tiap dinasti memiliki budak-budak belian yang dijadikan sebagai tentara pertahanan, untuk melindungi pemerintahan dari seangan pemberontak atau musuh. Pada dinasti Ayyubiyah Sultan al-Malik al-Salih (1240 M-1249 M) juga sama, beliau memiliki budak-budak belian. Beiau menempatkan para budak tersebut pada kelompok tersendiri yang terpisah dari masyarakat. Mereka dijadikan pengawal untuk menjamin kelangsungan kekuasaannya. Pada masa kekuasaannya, mereka mendapat hak-hak istimewa, baik dalam karier ketentaraan maupun dalam imbalan-imbalan material.[19]
Pada umumnya mereka berasal dari daerah Kaukasus dan Laut Kaspia, yaitu daerah pegunungan yang terletak di daerah perbatasan Rusia dan Turki. Mereka dibawa ke Baghdad, Istanbul dan Mesir. Di Mesir mereka ditempatkan di pulau Raudhah di Sungai Nil untuk menjalani latihan militer dan keagamaan. Karena itulah, mereka dikenal dengan julukan Mamluk Bahri (bahr artinya laut). Saingan mereka dalam ketentaraan pada masa itu adalah tentara yang berasal dari suku Syirkasiah yang didatangkan oleh Sultan Qalawun (1279-1290 M) ketika dirasa para Mamluk Bahri akan dapat mengancam kekuasaannya dan kemudian mereka ditempatkan di menara-menara benteng dan akhirnya dijuluki dengan Mamluk Burji (buruj artinya menara)
Pada masa al-Salih berkuasa, para budak itu secara bergelombang didatangkan untuk dapat mempertahankan kekuasaannya dari segala rongrongan yang dapat mengganggu tampuk kekuasaannya. Oleh karena itu mereka secara simultan dapat membangun solidaritas yang tinggi bagi kelangsungan kekuasaan mereka kelak jika terjadi pergantian kepemimpinan sultan (suksesi), terlebih mereka seringkali ditakutkan dengan kehadiran suku kurdi yang dipercaya sebagai tentara pengaman Sultan al-Malik al-Kamil .
Ketika al-Salih meninggal (1249 M), anaknya, Turansyah, naik tahta sebagai Sultan. Golongan Mamalik merasa terancam karena Turansyah lebih dekat kepada tentara asal Kurdi daripada mereka. Kondisi ini mendorong para mamluk untuk melakukan kudeta dan akhirnya pada tahun 1250 M.
Dinasti Mamalik di bawah pimpinan Izzudin Aybak dan Baybars berhasil membunuh Turansyah. Selanjutnya kepemimpinan dilanjutkan oleh Syajar al-Durr berlangsung sekitar tiga bulan. Ia kemudian kawin dengan seorang tokoh Mamalik bernama Izzudin Aybak (649 H) dan menyerahkan tampuk kepemimpinan kepadanya sambil berharap dapat terus berkuasa di belakang tabir. Akan tetapi segera setelah itu Aybak membunuh Syajar al-Durr dan mengambil sepenuhnya kendali pemerintahan.
b.      Kemajuan Peradaban Dinasti Mamlukiyah
Pemerintahan yang cukup lama pastinya dinasti Mamlukiyah memberikan warna tersendiri dalam dunia Islam. Kalau dilihat dari buku sejarahnya Philip K. Hitti, memang pada dinasti ini corak peradaban tidak mengalami perkembangan yang cukup pesat, di sinyalir karena memang penguasa dari dinasti ini adalah dari latar belakang para budak, yang terisolasi ari dunia luar karena hanya menjadi tentara yang bertugas berperang dan menjaga kemanan wilayah kekuasaan pemimpinnya.[20]
Namun juga tidak bisa dipungkiri bahwa, selama pemerintahan dinasti ini pemerintahan dapat berdiri dengan kuat, dapat mempertahankan kekuasaan dari serangan-serangan tentara salib. Selama pemerintahan dinasti ini berjalan, dinasti ini ternyata terbagi menjadi dua periode. Periode tersebut yakni periode dinasti mamluk Bahri (1250-1390 M) dan mamluk Burji (1382-1517 M). Dinasti Bahri kebanyakan berasal dari Turki dan Mongol, sedang mamluk Burji berasal dari sirkasius.
Kemajuan pada bidang pemerintahan adalah terletak pada system pemerintahan yang sudah sangat tertata dengan baik sehingga bisa bertahan cukup lama. Susunan administrasi pada dinasti Mamlukiyah sangat menonjol pada saat itu, karena dengan sistem pemerintahan yang baiklah maka roda pemerintahan dapat berjalan dengan baik, karena dibutuhkan keputusan-keputusan politik yang sangat penting dalam menunjang kemajuan pemerintahan Mamlukiyah.[21]
Sistem pemerintahan politikdinasti Mamlukiyah dapat digambarkan sebagai berikut :[22]

Flowchart: Manual Operation: PEJABAT DAN ADMINISTRATUR,Flowchart: Manual Operation: RAKYAT 












Administrasi pemerintahan dinasti mamlukiyah adalah telah dibentuknya posisi-posisi pejabat yang strategis di antaranya :[23]
1)      Diwan Al-Jaisy (Pendataan dan Administrasi Militer)
2)      Diwan Al-Insya’ (Sekretariat Negara)
3)      Diwan Al-Ahbas (Lembaga Pewakafan)
4)      Diwan An-Nazar (Pemasukan dan Pengeluaran Negara)
Sistem yang demikian menjadikan perjalanan pemerintahan dari dinasti Mamlukiyah berjalan dengan teratur, dan pengembangan negara juga semakin maju.
Pada saat Keberhasilan yang cukup besar dalam dinasti ini adalah keberhasilan mereka dalam membendung serangan dan bangsa mongol pada perang ’Ain Jalut pada tahun 658 H/1259 M. Sejarah perkembangan yang terjadi pada dinasti ini,  dalam cacatan sejarah terbagi menjadi 2 periode yaitu periode pemerintahan dinasti Bahri dan pemerintahan dinasti Burji.
a)      Dinasti Bahri (648-792 H/1250-1389 M)
Dinasti inilah yang pertama kali berkuasa setelah mampu mengambil alih kekuasaan dari dinasti Ayyubiyah. Pada dinasti inilah pertama kalinya pemerintahan dipimpin oleh seorang perempuan yaitu Syajar al-Durr istri dari al-Shalih, namun kepemimpinannya tidak berlangsung lama, hanya beberapa bulan saja. Kemudian Syajar al-Dur menikah dengan Aybak, selanjutnya Dinasti ini dipimpin oleh Aybak berkuasa selama tujuh tahun (1250-1257 M). Setelah meninggal ia digantikan oleh anaknya, ”al-Malik al-Manshur” Nurudin Ali yang masih berusia muda. Ali kemudian mengundurkan diri pada tahun 1259 M dan digantikan oleh wakilnya, ”al-Malik al-Mudzaffar” Saifudin Qutuz.
Selama berjalan dinasti ini telah dipimpin oleh banyak sultan diantaranya :[24]


1)      Syajar al Dur (1250 M)
2)      Izzudin aybek (1250 M)
3)      Nuruddin ’ali bin aybik (1257 M)
4)      Saifuddin qathaz (1258 M)
5)      Zahir bibaris (1259 M)
6)      Sa’id barkah bin bibaris (1277 M)
7)      Adil badruddin bin bibaris (1290 M)
8)      Manshur qalawun (1294 M)
9)      Asyraqkhalil bin qalawun (1294 M)
10)  Nasir muhammad bin qalawan (1296 M)
11)  Adil katabagha (1298 M)
12)  Mansur lajin (1308 M)
13)  Manshur muhammad bin qalawan (1309 M)
14)  Mudzafar bibarai abi syankir (1340 M)
15)  Nashir muhammad bin qalawun (1341 M)
16)  Manshur abu bakar bin muhammad (1341 M)
17)  Asyraf kazak bin muhammad (1342 M)
18)  Nashir ahmad bin muhammad (1345 M)
19)  Shalih ismail bin muhammad (1346 M)
20)  Kamilsya’ban bin muhammad (1347 M)
21)  Mudzafar amir haj bin muhammad (1351 M)
22)  Nashir hasan bin muhammad (1354 M)
23)  Sahalih shalih bin muhammad (1360 M)
24)  Nashir hasan bin muhammad (1362 M)
25)  Manshur muhammad bin amir haj (1376 M)
26)  Asyraf sya’ban bin hasan (1381 M)
27)  Manshur ali bin hasan (1389 M)
28)  Shalih haji bin asyraf sya’ban


Selama pemerintahan dinasti ini mengalami perkembangan kemajuan, baik di bidang ilmu pengetahuan, arsitektur.
1)      Bidang pendidikan [25]
Di bidang ilmu pengetahuan, Mesir menjadi tempat pelarian ilmuwan-ilmuwan asal Baghdad dari serangan tentara Mongol. Karena itu, ilmu-ilmu banyak berkembang di Mesir, seperti sejarah, kedokteran, astronomi, matematika, dan ilmu agama. Dalam ilmu sejarah tercatat nama-nama besar, seperti Ibn Khalikan, ibn Taghribardi, dan Ibn Khaldun. Di bidang astronomi dikenal nama Nasir al-Din al- Tusi. Di bidang matematika Abu al-Faraj al-'Ibry. Dalam bidang kedokteran: Abu al-Hasan ' Ali al-Nafis, penemu susunan dan peredaran darah dalam paru-paru manusia, Abd al-Mun'im al-Dimyathi, seorang dokter hewan, dan al-Razi, perintis psykoterapi. Dalam bidang optic dikenal nama Salahuddin ibn Yusuf. Sedangkan dalam bidang ilmu keagamaan, tersohor nama ibn Taimiyah, seorang pemikir reformis dalam Islam, al-Suyuthi yang menguasai banyak ilmu keagamaan, Ibn Hajar al- 'Asqalani dalam ilmu hadits, al-Thufi, Izzuddin bin Abdi Salam, dan lain-lain.
2)      Bidang arsitektur
Dinasti Mamalik juga banyak mengalami kemajuan di bidang arsitektur. Banyak arsitek didatangkan ke Mesir untuk membangun sekolah-sekolah dan masjid-masjid yang indah. Bangunan-bangunan lain yang didirikan pada masa ini diantaranya adalah rumah sakit, museum, perpustakaan, villa-villa, kubah dan menara masjid.
Peninggalan yang paling mengesankan pada periode ini adalah bangunan-bangunan arsitektural dan artistik. Bahkan disematkan oleh para sejarawan, di era ini pulalah arsitektur Muslim mencapai ekspresi yang paling kaya ornament. Terbukti pada sejumlah masjid, madrasah, museum yang didirikan oleh Qollawun, al-Nashir, dan al-Hasan. Awalnya, ciri khas yang mendominasi adalah model-model arsitektur periode Nurriyah dan Ayyubiyah. Kemudian mendapat pengaruh baru dari orang Suriah-Mesopotamia pada abad 13, tepatnya ketika Mesir menjadi tempat berlindung para pengrajin dan ahli seni dari Mosul, Baghdad dan Damaskus pasca invasi Mongol.
Batu-batu beragam yang berasal dari Romawi dan Byzantium juga menjadi ciri istimewa arsitektur periode ini. Hal lain yang mengagumkan adalah pengembangan stalaktif-pendentif (bahasa Arab: muqornas) dan rancangan kubah yang mampu menahan cahaya, termasuk juga untuk penerangan, semakin terlihat megah dengan segala dekorasinya. Hal tersebut cukup tercermin dari bangunan Masjid Mu'ayyad, yang terletak di jalan Ahmad Mahir berdampingan dengan Bab Zuwayla, dan dikenal dengan Masjid Merah (Red Mosque). Masjid ini dibangun oleh Sultan Muayyad 1415-1420. Pada pintu masuknya terdapat hiasan warna merah ditambah permata, di atasnya terdapat hiasan pahatan dan lengkungan skalaktit. Di bagian dalam masjid terdapat makam Sultan Muayyad dan putranya, yang ditutupi batu marmer warna-warni berbentuk pola geometri . Sejatinya, kebiasaan untuk menghubungkan bangunan makam sang pendiri masjid, bermula pada tahun 1085 M oleh Badr al-Jamali. Bangunan makam yang menyatu dengan masjid di bukit Muqattam hasil rancangan Badr itulah yang kemudian menjadi semakin menjamur
3)      Bidang ekonomi
Dalam bidang ekonomi, dinasti Mamalik membuka hubungan dagang dengan Perancis dan Italia melalui perluasan jalur perdagangan yang sudah dirintis oleh dinasti Fathimiyah di Mesir sebelumnya. Jatuhnya Baghdad membuat Kairo, sebagai jalur perdagangan antara Asia dan Eropa, menjadi lebih penting karena Kairo menghubungkan jalur perdagangan Laut Merah dan Laut Tengah dengan Eropa. Di samping itu, hasil pertanian juga meningkat. Keberhasilan dalam bidang ekonomi ini didukung oleh pembangunan jaringan transportasi dan komunikasi antar kota, baik laut maupun darat. Ketangguhan angkatan laut Mamalik sangat membantu pengembangan perekonomiannya.
b)      Dinasti Burji (1389-1517 M)
Dinasti ini berasal dari syarkasiah dari negeri Georgia yang berdekatan dengan laut hitam. Golongan budak yang dijadikan tentara ini adalah dibeli oleh sultan qalawun dari Mamluk Bahri untuk menguatkan posisinya. Dinamakan burji karena memang mereka pada saat itu ditugaskan di wilayah benteng yang terdapat menara-menara, yang biasa disebut burj (menara).[26]
Selama dinasti ini berjalan telah banyak mengalami perkembangan dan pergantian kepemimpinan. Adapun para sultan yang memimpin pada dinasti ini antara lain :[27]


1)      Azh-Zhahir barquq (1389 M)
2)      An-Nashr farj bin barquq (1389 M)
3)      Al-Manshur abdul aziz bin barquq (tiga bulan)
4)      A-Nashir farj (kedua kali) (1405 M)
5)      Al-Muayyid syaikh (1412 M)
6)      Al-Mudzaffar ahmad ibnul muayyid (beberapa bulan)
7)      Azh-zhahir thuthar (beberapa bulan)
8)      Ash-Shalih muhammad bin thuthar (beberapa bulan)
9)      Al-asyraf barsibai (1421 M)
10)  Al-aziz yusuf bin barsibai (beberapa bulan)
11)  Azh-Zhahir jaqmaq (1438 M)
12)  Al-Manshur usman bin jaqmaq (beberapa bulan)
13)  Al-ashraf inal (1453)
14)  Al-muayyid ahamad bin inal (beberapa bulan)
15)  Azh-zhahir khasyqadam (1460 M)
16)  Azh-zhahir balba (dua bulan)
17)  Azh-zhahir tamriga (dua bulan)
18)  Khairbeikh (satu malam)
19)  Al-asyraf qaytabai (1467 M)
20)  An-nashir muhammad bin qaytabai (1467 M)
21)  Qanshuh (1496 M)
22)  An-nashir muhammad (kedua kali) (1497 M)
23)  Azh-zhahir qanshuh (1498 M)
24)  Janbalath (1499 M)
25)  Al-‘adil thumanbai I (beberapa bulan)
26)  Al-asyraf qanshuh al-Ghawri (1500 M)
27)  Thumanbai II (1517 M)


Sebagaimana dengan dinasti sebelumnya, dinasti ini juga mengalami kemajuan dalam berbagai bidang. Memang sejatinya dinasti ini melanjutkan peradaban dinasti sebelumnya, namun ada kemajuan yang cukup menonjol, yaitu pada bidang militer, yang menjadi keahlian dari para golongan ini sebelum menjadi pemimpin dinasti.
1)      Bidang Militer[28]
Di bidang informasi, layanan pos di era kejayaan Islam tak hanya sekadar sebagai pengantar pesan. Dinasti Mamalik menjadikan pos sebagai alat pertahanan. Guna mencegah invasi pasukan tentara Mongol di bawah komando Hulagu Khan pada abad ke-13 M, para insinyur Mamluk membangun menara pengawas di sepanjang rute pos Irak hingga Mesir.
Di atas menara pengawas itu, selama 24 jam penuh para penjaga telah menyiapkan tanda-tanda bahaya. Jika bahaya mengancam di siang hari, petugas akan membakar kayu basah yang dapat mengepulkan asap hitam. Sedangkan di malam hari, petugas akan membakar kayu kering. Upaya itu ternyata tak sepenuhnya berhasil. Tentara Mongol mampu menembus Baghdad dan memorak-porandakan metropolis intelektual itu. Meski begitu, peringatan awal yang ditempatkan di sepanjang rute pos itu juga berhasil mencegah masuknya tentara Mongol ke Kairo, Mesir.
Hanya dalam waktu delapan jam, berita pasukan Mongol akan menyerbu Kairo sudah diperoleh pasukan tentara Muslim. Itu berarti, sama dengan waktu yang diperlukan untuk menerima telegram dari Baghdad ke Kairo di era modern. Berkat informasi berantai dari menara pengawas itu, pasukan Mamluk mampu memukul mundur tentara Mongol yang akan menginvasi Kairo. Menurut Paul Lunde, layanan pos melalui jalur darat pada era kekuasaan Dinasti Mamluk juga sempat terhenti ketika pasukan Tentara Salib memblokir rute pos. Meski begitu, penguasa Dinasti Mamluk tak kehabisan akal.
Sejak saat itu, Dinasti Mamalik mulai menggunakan merpati pos. Dengan menggunakan burung merpati sebagai pengantar pesan, pasukan Tentara Salib tak dapat mencegah masuknya pesan dari Kairo ke Irak. Merpati pos mampu mengantarkan surat dari Kairo ke Baghdad dalam waktu dua hari. Sejak itu, peradaban Barat juga mulai meniru layanan pos dengan merpati seperti yang digunakan penguasa Dinasti Mamluk.
c.       Kemunduran Dinasti Mamlukiyah
Dinasti ini mengalami kemunduran dikarenakan banyaknya konflik internal, dari leteratur sejarah yang ada menyebutkan bahwa kemuduran dinasti mamluk karena adanya gaya hidup memwah dari para sultan yang menghamburkan uang negara, sehingga dampaknya rakyatlah yang menanggung beban dengan akibat tingginya pajak yang harus dibayarkan. Selain itu penyebab runtuhnya dinasti mamluk di antaranya :[29]
1)      Mereka meninggalkan jihad
2)      Mereka menjadi terpecah dan terjadinya konflik internal serta terjadinya banyak pertempuran diantara mereka.
3)      Ditemukannya jalan ar-Raja’ ash-saleh oleh orang-orang portugis yang membuat Mesir kehilangan pengaruhnya.
4)      Kegagalan membendung serangan orang-orang Portugis yang saat itu telah sampai ke laut Tengah dan laut merah.
5)      Munculnya kekuatan usmani yang kemudian mengakhiri pemerintahan mereka.
C.     PENUTUP
Sejarah dunia islam dalam perajalanannya telah banya tertulis dalam tinta emas sejarah. Mulai dari pemerintahan Nabi Muhammad sampai dengan peradaban islam terakhir di kawasan arab, yaitu dinasti Ayyubiyah dan mamlukiyah.
Telah di akui oleh dunia islam dan barat bagaimana perjuangan yang sangat gemilang pada pemerintahan Shalhuddin Al-ayyubi (567-648 H/ 1171-1250 M). Dinasti ini mampu memberikan sumbangan peradaban yang luar biasa. Melahirkan kemajuan-kemajuan di berbagai bidang. Dan dinasti ini juga telah mampu enangkal serang salib pada saat itu. Namun waktu jugalah yang telah menjadikan dinasti ini runtuh dan hancur akibat dari ketidak mampuan para sultan dalam memerintah seperti pendiri dinasti ini dalam berjuang.
Pada akhirnya pemerintahan dinasti Ayyubiyah jatuh ketangan dinasti Mamlukiah (647-923 H/1250-1517 M). Dinasti yang didirikan oleh para budak, namun budak bukan sembarang budak. Budak yang mampu membangun dinasti yang cukup lama mampu bertahan kurang lebih 2 seprempat abad ini adalah budak pilihan. Budak yang dilatih sebagai prajurit militer yang tangkas dan hebat. Yang mampu menangkal serangan dari berbagai musuh. Merekapun telah ditakdirkan untuk melanjutkan pemerintahan islam yang sebelumnya di jalankan oleh dinasti Ayyubiyah.
Perkembangan pada dinasti ini juga sangat banyak dari berbagai bidang. Salah satunya adalah bidang militer. Dinasti ini mampu mengembangkan sistem informasi yang maju. Yaitu dengan menggunakan burung merpati dalam mengirimkan berbagai informasi, termasuk informasi dalam berperang.
Sebagaimana dinasti Ayyubiyah, dinasti ini pula yang akhirnya hancur termakan oleh waktu. Berbagai masalah timbul baik dari dalam maupun luar, sehingga mengusik pertahanan pemerintah yang berakhir pada runtuhnya dinasti ini.


















DAFTAR PUSTAKA
Amstrong, Karen. Islam a Short History. Yogyakarta: Ikon Teralitera, 2003
Hasan, Hasan Ibrahim. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta : Kota Kembang, 1997
Hitti, Philip K. History of The Arabs. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010
Lubis, Amany. Sistem Pemerintahan Oligarki dalam Sejarah Islam. Jakarta: UIN Jakarta Pers: 2005
Mufrodi, Ali. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Ciputat : Logos Wacana Ilmu, 1997
Sunanto, Musyrifah. Sejarah Islam Klasik. Jakarta: Predana Media, 2003
Al-Usairy, Ahmad. Sejarah Islam. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2007
 ‘Ulwan, Abdullah Nasih. Shakahuddin al-Ayubi. Jakarta: Studia Press, 2006
Surur, Muhammad Jamal al-Din. al-Dawlat al-Fathimiyyat fi Mishr. Kairo : Dar al-Fikr al-’Arabi,1979)


1 komentar: